Karawang, SUARA TANGSEL – Curug Cigentis adalah air terjun estetis setinggi 25 m, tumpuan wisata Karawang yang tempatnya berada di kaki Gunung Sanggabuana, pada elevasi 1000 mdpl. Curug Cigentis masuk dalam distrik Desa Mekarbuana, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Karawang, selama 44 km dari pusat kota Karawang.

CURUG CIGENTIS Karawang Tiket & Ragam Aktivitas November 6 | Curug Cigentis
Untuk dapat sampai ke Curug Cigentis, Karawang dari Jakarta saya dan anda bisa menggunakan bus atau kendaraan individu dengan jarak tempuh tidak cukup lebih selama 2 jam perjalan melewati jalan tol Jakarta-Cikampek
Akses menuju tempat Curug Cigentis :
Kendaraan pribadi, lewat Tol Jakarta – Cikampek, terbit di Pintul Tol Karawang Barat, belok kiri setelah melalui jembatan, lanjut arah kebalikannya sampai pertigaan, belok kanan ke Jalan Pasir Jati menyusur Saluran Irigasi Tarum Barat sejauh 4,2 km. Kemudian, belok kiri di perempatan, dan ikuti jalan hingga ke Pasar Loji, kemudian belok kanan mengarah ke Dusun Jayanti .
Sepeda Motor. Lewat Jalan Transyogi Cububur, melalui Taman Wisata Mekarsari, lanjut arah ke Cariu, di perempatan Cariu belok ke kiri, lanjut hingga Pasar Loji, di Pasar Loji belok ke kiri, ikuti jalan hingga Dusun Jayanti.
Kendaraan Umum. Naik Bis Agra Mas atau Warga Baru dari Terminal Kampung Rambutan / Tanjung Priok ke Karawang (sekitar Rp.10.000), turun di wilayah Badami (500 m setelah terbit pintu tol Karawang Barat), lanjut naik Elf ke Pasar Loji. Dari Pasar Loji lanjut dengan ojek ke Dusun Jayanti. Perlu diketahui bahwa, kendaraan apapun yang dipakai ke tujuan wisata alam satu ini, pada ahirnya mestilah tetap berlangsung kaki dari Pos Perhutani mengarah ke ke air terjun (Curug) ini selama 200 meter.
Lokasi Curug Cigentis berada dalam satu jalur dengan Kampung Wisata Cigentis, Batu Tumpang, Curug Peuteuy, Curug Cipanundaan, Curug Cikarapyak dan Curug Bandung, dan.
Curug Cigentis yang adalah salah satu dari ke-7 tingkatan Curug yang terdapat di Gunung Loji, di bawah kaki Gunung Sanggabuana, berada dalam distrik pengelolaan hutan RPH Cigunungsari BKPH Purwakarta.

CURUG CIGENTIS Karawang Tiket & Ragam Aktivitas November 6 | Curug Cigentis
Perjalanan mengarah ke Curug Cigentis dapat dibilang lumayan menantang dan melelahkan serta menciptakan napas terengah-engah sebab jalanan yang ditempuh lumayan terjal dan pun sedikit mendaki, dan membutuhkan waktu tidak cukup lebih 1 jam guna sampai di Curug Cigentis.
Untuk hingga ke Curug Cigentis, anda harus melalui jalanan yang lumayan sempit, menanjak, dan sejumlah ruas jalan dalam suasana rusak, sampai-sampai baik pengendara mobil maupun motor mesti berhati-hati. Mobil dan motor dititipkan di Dusun Jayanti, lanjut dengan berlangsung kaki sejauh selama 2 km guna sampai di loket Curug Cigentis.
Di selama Curug Cigentis terdapat cukup tidak sedikit warung makanan. Ada pula kamar ganti dan mushola, sehingga paling memudahkan untuk pejalan. Jika kemalaman, pejalan dapat menginap di salah satu lokasi tinggal penduduk, atau memasang tenda, atau mencarter villa di Kampung Wisata Cigentis.
Tiket masuk Kawasan Wisata Mekarbuana Rp. 2.500 per orang, Rp 5.000 kendaraan roda dua, Rp 7.000 kendaraan roda empat, sedangkan tiket masuk TWA Curug Cigentis Rp. 10.000 per orang.
Legenda Curug Cigentis
Curug dalam basa (bahasa) Sunda berati Air Terjun. Sedangkan nama Cigentis (menurut keterangan dari legenda) ialah nama putri keraton yang kesatu kali mandi di empang yang terbentuk dari air terjun tersebut. Nama lengkapnya ialah Nu Geulis Nyi Geuntis. Konon dia ialah anggota pasukan eksklusif kerajaan Padjadjaran yang di utus oleh raja untuk menjaga atau lebih tepatnya ‘menguntit dan mengawasi’ kegiatan dakwah yang dilaksanakan oleh semua wali di distrik Padjadjaran, tapi lantas malah menjadi orang kesatu yang berikrar mendekap Islam salah satu anggota kesatuannya.
Ceritanya, sejumlah ratus tahun silam pasinggahan (sekarang Curug Cigentis) ialah hutan belantara yang kering dan kelemahan air, distrik ini adalah salah satu wilayah kekuasaan Prabu Siliwangi yang mempunyai nama Prabu Sukma Rasa.

File:Curug Cigentis.jpg – Wikipedia | Curug Cigentis
Bila diamati dengan baik rasanya terlampau janggal bila hutan belantara dalam situasi kering dan kelemahan air. Bagaimana barangkali tanaman bakal tumbuh lagipula sampai menjadi hutan belantara bila kelemahan air. Legenda tersebut memberikan berita bahwa hutan di Gnung Sanggabuana telah ada sejak sejumlah ratus tahun silam. Walaupun barangkali belum terdapat aliran sungai yang sekarang membentuk Curug Cigentis.
Lalu siapakah tersebut “Prabu Siliwangi yang mempunyai nama Prabu Sukma Rasa”?. Ahli sejarah memang bertolak belakang pendapat soal ini. Pendapat kesatu menuliskan bahwa Prabu Siliwangi itu melulu satu yaitu Sri Baduga Maharaja. Sementara pendapat kedua menuliskan bahwa Prabu Siliwangi tersebut ada tidak sedikit karena itu ialah gelar bukan nama seseorang dan tidak saja Sri Baduga Maharaja yang bergelar Siliwangi. Hanya saja, dari sekian banyak literasi sejarah yang terdapat tidak ditemukan nama Prabu Sukma Rasa diantara jejeran nama Raja Padjadjaran. Mungkin yang dimaksud ialah Raden Pamanah Rasa (karena terdapat kata “Rasa”) yang adalah nama beda dari Sri Baduga Maharaja.
Pada masa penyebaran Islam di Pulau Jawa yang dilaksanakan oleh Wali Songo (Sembilan Wali), Curug Cigentis adalah salah satu lokasi yang disinggahi, wilayah tersebut mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Walaupun sebelumnya sudah meminta ijin namun Prabu Siliwangi mempunyai ketidakpercayaan kepada semua Wali tersebut, dikhawatirkan bakal merebut kekuasaan, untuk memantau gerak gerik Wali tersebut, Prabu SIliwangi tetap memperbolehkan tetapi menyertakan pengawal yang sebetulnya telah di bai’at (doktrin) setia dengan dalil sebagai pengawal semua Wali.”
Dalam legenda Curug Cigentis, melulu ada enam dari sembilan orang Wali yang diceritakan legenda itu. Diketahui bahwa, agama masyarakat Sunda sesungguhnya ialah Agama Sunda Wiwitan bukan agama Hindu. Tapi dapat jadi di wilayah Cigentis dimasa tersebut penduduknya beragama Hindu, jadi lumrah bila lantas para pengawal wali tersebut tak terlampau keberatan semua wali berdakwah di sana, sebab agama yang dianut penduduk Cigentis bukan agama mayoritas. Bila tersebut benar maka semestinya di dekat Cigentis ada peninggalan era Hindu berupa candi atau lainnya. Yang ada ketika ini disekitar Cigentis malah situs batu Tumpang tak jauh dari Curug Peteui yang lebih serupa sebagai peninggalan masa animis ataupun megalitikum.
Curug Cigentis pada masa tersebut merupakan wilayah yang kering tidak terdapat air sama sekali, guna kebutuhan hidup dan beribadah semua Wali berdo’a bermunajat memohon dengan sarat kepasrahan, ‘khusu’ serta sarat kesabaran, atas dominasi Allah Swt dari suatu batu yang besar keluarlah air, menyusun sebuah air terjun (Curug). Orang orang yang berada di tempat tersebut serentak merasa kaget, sekaligus kagum dan suka cita, tidak terkecuali semua prajurit Prabu Siliwangi yang ditugaskan menjaga para Wali tersebut. Salah satu pengawal yang mempunyai nama “Nu Geulis Nyi Geuntis” secara spontan ‘berikrar’ masuk agama Islam. Karena sejumlah hari tidak mandi dan kelemahan air, Nyi Geuntis sari sambil menyampaikan kalimat memuliakan Tuhan (Allahu akbar 3x) langsung terjun dan mandi di Curug tersebut. Melihat urusan itu, maka semua Wali menamakan curug itu dengan “Curug Cigentis”
Sebenarnya semua Wali, semua pengawalnya dan orang orang yang mengekor mereka itu, berkumpul dibagian mana sih?. Di lokasi yang sekarang jadi air terjunnya, atau di sekitar batu besar yang menerbitkan air?. Bila mereka berkumpul di sekitar batu besar yang menerbitkan air berarti tempatnya berada di unsur atas dari Curug Cigentis ketika ini, berarti “Nu Geulis Nyi Geuntis” itu ialah pengawal digdaya yang dapat terjun dari unsur atas curug setinggi lebih dari 20 meter guna mandi di Curug tersebut.
Bila memang air yang mengalir di Curug Cigentis berasal dari suatu batu besar semestinya sampai hari ini juga batu besar yang menerbitkan air itu masih dapat anda temui disana, faktanya Curug Cigentis berasal dari air aliran sungai kecil yang terbentuk dari begitu tidak sedikit mata air di Gunung Sangga Buana, yang melalui tebing curam sampai membentuk air terjun. Atau tidak boleh jangan batu besar yang dimaksud ialah gunung sanggabuana tersebut sendiri. Wallahua’alam bishowab.

CURUG CIGENTIS Karawang Tiket & Ragam Aktivitas November 6 | Curug Cigentis
Melihat apa yang dilaksanakan Nyi Geuntis Sari pengawal yang beda pun ikut masuk Islam yang dipimpin salah seorang Wali yang dijaga Nyi Geuntis dan pengawal lainnya, dan mereka yang masuk Islam antara lain ialah Putri Komalasari, Putri Melati, Putri Cempaka, Putri Sri Dayang Sari, Putri Sri Kunti, Putri Kaling Buana, Ibu Harum Sari, Ibu Harum Melati, Putri Malaka Mekah, Putri Malaka Hujan, Putri Rangga Huni, Resi Taji Malaka, Ganda Malaka, Guntur Roma, Rd. Jaka Tunda dan masyarakat lainnya.
Bila meneliti nama semua pengawal wali tersebut sebagian besar dari mereka ialah perempuan dan Sembilan diantaranya bergelar Putri.
Disekitar tempat Curug Cigentis, terdapat suatu bukit yang sering digunakan pertemuan oleh semua wali sehingga tempat tersebut sampai ketika ini dikenal dengan puncak Sanggabuana. Sangga = sembilan menandakan Sembilan wali dan ‘Buana” sama dengan lokasi di mana tempat tersebut sering digunakan berkumpul dalam penyebaran agama ke wilayah Cirebon, Demak, Kudus, Banten, Garut, Pemijahan Tasikmalaya, dan beda lain. Konon yang membagi bagikan tugas tersebut ialah Syekh Muhidin Abdul Kodir Zaelani.
“Salah satu petuah pawa wali yang menjadikan wilayah tersebut berkeramat ialah ‘ikuti jejak kami’ bila kita memiliki maksud dan destinasi tetap meminta untuk Allah Swt,” (dari sekian banyak sumber).
Sepertinya terlampau dipaksakan guna menghubungkan puncak Sanggabuana dengan Walisongo. Sangga dan Sanga mempunyai makna yang jelas berbeda. Sangga bermakna penopang, sementara Buana atau Buwana bermakna Dunia atau semesta. Fakta mengindikasikan bahwa Gunung Sanggabuana di Karawang adalah titik tertinggi di distrik Karawang. Bisa jadi dinamakan dengan nama Sanggabuana (penopang dunia) karena hal tersebut.
Lebih unik lagi dalam legenda itu dilafalkan nama Syekh Muhidin Abdul Kodir Zaelani yang membagi bagikan tugas untuk para Wali (Wali Songo). Mungkin yang dimaksud ialah Abdul Qodir Jailani (1077–1166 M). Hanya saja beliau tak sejaman dengan Wali Songo.
Terlepas dari penyampaian legenda yang menimbulkan tidak sedikit pertanyaan itu paling tidak yang dapat disimpulkan ialah bahwa Curug Cigentis tersebut legendanya ialah tempat mandinya putri keratin, sementara bagian beda dari legenda Curug Cingentis ini malah lebih unik untuk di ditelusuru lebih jauh lagi atau didiskusikan ulang. ( /one)

Ratusan Warga ‘Serbu’ Curug Cigentis di Karawang Selatan • #Umum | Curug Cigentis
6 Lokasi Curug Cigentis – Curug Cigentis

Curug Cigentis Karawang : Tiket dan Transportasi | Curug Cigentis