
Sejarah Candi Jolotundo Mojokerto Jawa Timur – Sejarah Lengkap | Pemandian Jolotundo
Di lereng Gunung Penanggungan, Mojokerto berserak ratusan peninggalan arkeologi. Yang tertua bertarikh abad kesepuluh Masehi. Pendataan di tempat yang dinamakan miniatur Gunung Suci Mahameru tersebut sudah dilaksanakan sejak abad XIX. Dan sampai kini belum rampung.
LUKISAN pagi tersebut tersaji di Selotapak, Trawas, Mojokerto. Benar-benar mengingatkan kita ketika belajar menggambar panorama pada umur belia. Gunung membiru. Sawah hijau berundak. Surya yang bulat keluar kekuningan. Jalanan aspal hitam berkelok. Rumah-rumah kecokelatan.
Aroma dupa menyapa. Seikat dupa saldo bakaran semalam tertancap di punden di sekitar sumber atau mata air. Masyarakat menamai punden tersebut dengan Sumbernongko. Sebab, konon sebelum punden didirikan, suatu pohon nangka besar tumbuh di mata air tersebut.
Kala itu, Senin (26/12), pagi masih berada pada titik 05.43. Masih sepi. Rupanya masih terlampau dini guna mengawali kegiatan bersawah. Baru pukul 06.17, seorang petani datang ke areal persawahan. Dia menggunakan batik cokelat lengan panjang plus celana pendek hitam. Namanya Djono. ”Kula diajari mbah-mbah kula (Saya diajari kakek-nenek saya, Red),” kata Djono soal keterampilannya bertani.
Pun dari kakek dan ayahnya, Djono diwarisi ilmu dan wejangan soal pentingnya mengawal harmoni dengan alam. Alam mesti dijaga, tidak hanya dieksploitasi, lagipula dirusak.
Alam, kata Djono, terdapat yang wujud maupun maujud. Kepada dua alam tersebut, insan harus dapat membuat keselarasan. Kepada sesama, relasi lebih mudah dijaga. Sedangkan untuk yang tak kasatmata, insan pun mesti berlaku sama dengan saat mereka memuliakan sesama manusia.

Ketika Air di Candi Jolotundo Mojokerto Masih Dipercaya Bikin Awet | Pemandian Jolotundo
Nah, penghormatan untuk yang maujud tersebut terus dilestarikan dari generasi ke generasi. Ritual mengawal alam akan menciptakan dunia berusia lebih lama. Alam pun bakal ramah untuk sekitarnya.
”Warga di sini bila punya hajat atau slametan pasti menyerahkan sesaji ke punden Sumbernongko ini. Mendirikan rumah, punya anak, atau kegiatan lain tentu tak lupa mengirimkan sesaji ke punden ini,” jelas Djono.
Yang dilaksanakan Djono ialah satu salah satu sekian foto akulturasi dan asimilasi masyarakat di lereng Gunung Penanggungan guna terus mengawal tradisi dan harmoni dengan alam.
Lereng Gunung Penanggungan merupakan area cagar kebiasaan di level Jawa Timur (Jatim). Itu dikuatkan dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jatim No 188/18/KPTS/013/2015 yang ditandatangani Gubernur Jatim Soekarwo pada 14 Januari 2015. Berdasar SK tersebut, area Cagar Budaya Penanggungan melingkupi dua kabupaten (Pasuruan dan Mojokerto). Juga tiga kecamatan (Trawas, Ngoro, dan Gempol). Sedangkan areal geografisnya menjangkau luas 450 hektare.
SK tersebut juga melafalkan 99 tinggalan kepurbakalaan hasil laporan pengumpulan Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) Jatim pada 1995, Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (2009), dan tim pengiriman Penanggungan Universitas Surabaya. Berdasarkan keterangan dari Adrian Perkasa, sejarawan dan peneliti kebiasaan dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, lereng Gunung Penanggungan ialah kawasan suci tertua di Jawa unsur timur.
Hal tersebut dikuatkan dengan adanya Patirtan (Petirtaan) Jolotundo di lereng barat Gunung Penanggungan. Tetenger yang terpahat di dinding kanan Patirtan Jolotundo tersebut mengindikasikan angka tahun 899 Saka atau 977 Masehi.

Wisata Supranatural Petirtaan Candi Jolotundo Trawas – Travel Today | Pemandian Jolotundo
Sementara itu, di dinding kiri ada tulisan gempeng. Dalam bahasa Jawa kuna, gempeng berarti hancur, luluh, atau remuk. Menurut kitab karya Ninie Susanti dkk, Patirtan Masa Lalu dan Masa Kini, kata gempeng menyiratkan bahwa untuk membina Jolotundo ini, sang pendiri mesti menghancurkan bukit, baru dapat dilakukan pembangunan patirtan.
”Kemudian, ada pun di sisi unsur timur Gunung Penanggungan peninggalan berupa patirtan lain. Yakni Belahan. Diperkirakan, patirtan tersebut dibangun pada abad kesepuluh atau tahun 929 Masehi,” papar Adrian.
Juru pelihara Jolotundo Puji Saputro menjelaskan, Jolotundo ialah semesta kecil untuk masyarakat lereng Gunung Penanggungan. Semua kegiatan berawal dan selesai di petilasan Kerajaan Medang tersebut.
”Masyarakat lereng Gunung Penanggungan ini berdenyut seirama dengan Jolotundo. Setahun sekali diselenggarakan perayaan gunungan sebagai tanda syukur dan berdoa senantiasa dianugerahi kehidupan yang lebih bagus di waktu selanjutnya,” ungkap Puji.
Bapak tiga anak tersebut menerangkan, masing-masing bulan Ruwah dalam kalender Jawa, di bina gunungan yang disertai pendataan air dari mata air di dekat Jolotundo. Air-air dari sumber itu dimasukkan ke dalam kendi, lalu diangkut ke Jolotundo. Setelah doa bareng digelar, air dalam kendi itu diberikan kepada semua pengunjung yang datang ke Jolotundo.

Jolotundo, Wisata Sejarah dengan Air Pembawa Keberuntungan | Pemandian Jolotundo
Senada dengan Puji, Kepala Dusun Penanggungan Jupri berbicara bahwa Jolotundo ialah sumber penghidupan dan perlindungan untuk masyarakat sekitar. Bapak dua anak itu merasa berutang tidak sedikit kepada Jolotundo dan alamnya.
Meski mendekap agama Islam, Jupri masih mengerjakan serangkaian ritual peninggalan leluhur. Misalnya upacara bersih desa masing-masing akan mengerjakan tandur atau musim penanaman padi.
Soal saktinya air Jolotundo, Jupri pernah memperlihatkan sendiri. Percaya tak percaya, saat dusunnya tidak berhasil panen karena serangan hama tikus, Jupri diberi saran guna mengitari areal persawahan masyarakatnya dengan air dari Jolotundo.
”Saya percaya saja. Saya wadahi air Jolotundo di jeriken yang saya beli di dekat Jolotundo, kemudian saya putari desa dengan air Jolotundo tanpa putus,” beber Jupri. ”Percaya atau tidak, musim-musim selanjutnya hingga hari ini, hama tak pernah balik lagi dan kami tidak jarang kali sukses panen,” tambah Jupri.
Itulah sepotong cerita dari Patirtan Jolotundo yang menyerahkan penghidupan untuk masyarakat selama lereng Gunung Penanggungan. Jolotundo yang adalah peninggalan era Hindu jajaki terus diasuh dan dipertahankan karena menyerahkan semesta kecil untuk warga. (Diar Chandra/c9/dos)
Editor : fimjepe
10 Lokasi Pemandian Jolotundo – Pemandian Jolotundo

Mandi Purnama di Candi Jolotundo – Nasionalisme.co | Pemandian Jolotundo

Candi jolotundo trawas mojokerto | Pemandian Jolotundo

Padusan Jolotudo Wisata Religi Yang Menyimpan Misteri Wisata | Pemandian Jolotundo

JOLOTUNDO – Peninggalan Pemandian Masa Kerajaan (Prabu Airlangga) Dengan Air Berkhasiat | Pemandian Jolotundo

Jolotundo, Kisahnya Dahsyat Airnya Berkhasiat! – Kompasiana.com | Pemandian Jolotundo

Petirtaan Belahan – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas | Pemandian Jolotundo